Jumat, 07 Februari 2014

MORAL DASAR



BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Kata moral berasal dari bahasa latin Mores. Mores berasal dari kata mos yang berarti kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral dengan demikian dapat diartikan ajaran kesusilaan. Moralitas berarti hal mengenai kesusilaan.Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk petuahpetuah, nasihat, wejangan, peraturan, dan semacamnya, yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimanamanusia harus hidup secara baik, agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik. Moralitas juga memberi manusia aturan atau petunjuk konkret tentang bagaimana ia harus bertindak dalam hidup ini sebagai manusia yang baik dan bagaimana menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik. Ada perkataan lain yang mengungkapkan kesusilaan yaitu etika. Perkataan etika berasal dari bahasa yunani:  ethos dan  ethikos yang berarti kesusilaan, perasaan batin, kecenderungan untuk melakukan suatu perbuatan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dari W.J.S  Poerwadarminto(dalam Salam 2000:2),  terdapat keterangan bahwa moral adalah ajaran tentang baik-buruk  perbuatan dan kelakuan, sedangkan etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Dari beberapa keterangan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, yaitu memuat ajaran tentang baik buruknya perbuatan. Jadi, perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Penilaian itu menyangkut perbuatan yang dilakukan dengan sengaja. Memberikan penilaian atas perbuatan dapat disebut memberikan penilaian etis atau moral. Sasaran dari moral adalah keselarasan dari perbuatan manusia dengan aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan manusia itu.

Berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang sangatlah perlu untuk menjaga profesi di kalangan masyarakat atau terhadap konsumen. Dengan kata lain orientasi utama profesi adalah untuk kepentingan masyarakat dengan menggunakan keahlian yang dimiliki. Akan tetapi tanpa disertai suatu kesadaran diri yang tinggi, profesi dapat dengan mudahnya disalahgunakan oleh seseorang. Sehingga perlu pemahaman atas prinsip moral dasar untuk melaksanakan kode etik profesi.

1.1.1    Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.         Apa saja prinsip-prinsip moral dasar?
2.         Apa tujuan dari prinsip moral dasar?
1.1.2    Tujuan Penulisan
·         Mengetahui dan mengenal prinsip-prinsip moral dasar

BAB II
PEMBAHASAN

2.2       Prinsip-Prinsip Dasar Moral
Untuk mengukur tindakan manusia secara moral, tolak ukurnya adalah Prinsip-Prinsip Moral Dasar, berikut ini adalah prinsip-prinsip dari moral dasar tersebut :
2.2.1    Prinsip Sikap Baik
Sikap yang dituntut dari kita sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa saja adalah sikap positif dan baik. Seperti halnya dalam prinsip utilitarisme, bahwa kita harus mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk sedapat-dapatnya mencegah akibat-akibat buruk dari tindakan kita, kecuali ada alasan khusus, tentunya kita harus bersikap baik terhadap orang lain. Prinsip moral dasar pertama disebut prinsip sikap baik. Prinsip ini mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain. Prinsip ini mempunyai arti yang amat besar bagi kehidupan manusia.
Sebagai prinsip dasar etika, prinsip sikap baik menyangkut sikap dasar manusia yang harus memahami segala sifat konkret, tindakan dan kelakuannya. Prinsip ini mengatakan bahwa pada dasarnya, kecuali ada alasan khusus, kita harus mendekati siapa saja dan apa saja dengan positif, dengan menghendaki yang baik bagi dia. Artinya, bukan semata-mata perbuatan baik dalam arti sempit, melainkan sikap hati positif terhadap orang lain, kemauan baik terhadapnya. Bersikap baik berarti, memandang seseorang dan sesuatu tidak hanya sejauh berguna bagi dirinya, melainkan menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan, dan menunjang perkembangannya (Suseno, 1989:131). Bagaimana sifat baik itu harus dinyatakan secara konkret, tergantung pada apa yang baik dalam situasi konkret itu. Maka prinsip ini menuntut suatu pengetahuan tepat tentang realitas, supaya dapat diketahui apa yang masing-masing baik bagi yang bersangkutan. Prinsip sikap baik mendasari semua norma moral, karena hanya atas dasar prinsip itu, maka akan masuk akal bahwa kita harus bersikap adil, atau jujur, atau setia kepada orang lain

2.2.2    Prinsip Keadilan

Prinsip kebaikan hanya menegaskan agar kita bersikap baik terhadap siapa saja. Tetapi kemampuan manusia untuk bersikap baik secara hakiki terbatas, tidak hanya berlaku bagi benda-benda materiil, melainkan juga dalam hal perhatian dan cinta kasih. Kemampuan untuk memberi hati kita juga terbatas. Maka secara logis dibutuhkan prinsip tambahan yang menentukan bagaimana kebaikan itu harus dibagi. Prinsip itu adalah prinsip keadilan. Adil pada hakikinya berarti bahwa kita memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Karena pada hakekatnya semua orang sama nilainya sebagai manusia, maka tuntutan paling dasariah keadilan adalah perlakuan yang sama terhadap semua orang, tentu dalam situasi yang sama (Suseno,1989:132).

Jadi prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan. Secara singkat, keadilan menuntut agar kita jangan mau mencapai tujuan-tujuan, termasuk hal yang baik, dengan melanggar hak seseorang. Sebagai contoh pada sebuah kasus orang yang bersalah mencuri ayam akan diberikan sanksi atau denda,sedangkan yang tidak bersalah  akan dibebaskan.

 2.2.3   Prinsip Hormat Terhadap Diri Sendiri

Prinsip ini menyatakan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini berdasarkan paham bahwa manusia adalah person, pusat berpengertian dan berkehendak, yang memiliki kebebasan dan suara hati, mahluk yang berakal budi (Suseno, 1989:133). Prinsip ini mempunyai dua arah. Pertama, dituntut agar kita tidak membiarkan diri diperas, diperalat, atau diperbudak. Perlakuan tersebut tidak wajar untuk kedua belah pihak, maka yang diperlakukan demikian jangan membiarkannya berlangsung begitu saja apabila ia dapat melawan, sebab kita mempunyai harga diri. Dipaksa untuk melakukan atau menyerahkan sesuatu tidak pernah wajar. Kedua, kita jangan sampai membiarkan diri terlantar. Manusia juga mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri, berarti bahwa kewajibannya terhadap orang lain diimbangi oleh perhatian yang wajar terhadap dirinya sendiri.
Sebagai kesimpulan, kebaikan dan keadilan yang kita tunjukkan kepada orang lain, perlu diimbangi dengan sikap yang menghormati diri kita sendiri
sebagai mahluk yang bernilai pada dirinya sendiri. Kita mau berbaik kepada orang lain dan bertekad untuk bersikap adil, tetapi tidak dengan membuang diri.
3.  Pendalaman

Sesudah kita melihat tiga prinsip moral dasar yang kita saring dari pembahasan teori-teori etika dalam bab delapan, masih ada beberapa segi yang dapat kita pertanyakan. Pertama, bagaimana hubungan antara tiga prinsip itu?

a.  Hubungan antara tiga prinsip dasar
           
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa prinsip keadilan dan hormat pada diri sendiri merupakan syarat pelaksanaan sikap baik, sedangkan prinsip sikap baik menjadi dasar mengapa seseorang bersedia untuk bersikap adil.

Bahwa keadilan dan hormat terhadap dirinya sendiri merupakan prasyarat bagi pelaksanaan kebaikan berarti bahwa berbuat baik dengan melanggar keadilan atau dengan melupakan harga diri secara moral tidak dapat dibenarkan. Sikap hati memang selalu harus baik dan antara sikap hati yang baik dengan tuntutan keadilan tidak mungkin ada pertentangan. Tetapi dalam menentukan bagaimana sikap hati diwujudkan dalam tindakan berlaku bahwa saya hanya boleh berbuat baik sejauh tidak melanggar keadilan. Saya boleh menaikkan upah seorang buruh asal saja dengan demikian upah buruh-buruh lainnya tidak dikurangi. Saya boleh membantu orang miskin, tetapi tidak dengan melanggar hak milik orang lain. Maka keadilan merupakan syarat bagi pelaksanaan kebaikan. Namun dapat dibayangkan bahwa dalam suatu kasus konkret tuntutan keadilan wajib saya kalahkan terhadap tuntutan belas kasihan. Tetapi sebaliknya juga berlaku bahwa keadilan tanpa sikap hati yang baik secara moral menjadi dingin dan kehilangan mutunya. Begitu pula kita tidak perlu membiarkan diri kita hancur hanya demi orang lain atau demi suatu tuntutan keadilan.

Dalam kehidupan nyata sikap dan tindakan kita hendaknya sesuai dengan tiga prinsip dasar itu. Tetapi bagaimana pembobotan prinsip masing-masing, apa yang harus kita pilih apabila terjadi tabrakan antara dua prinsip, tidak dapat diputuskan secara teoritis belaka. Kita harus ingat apa yang kita pelajari dari Etika Situasi, yaitu bahwa pertimbangan-pertimbangan moral yang teoritis tidak pernah mencukupi untuk menentukan seratus persen apa yang harus dilakukan seorang dalam situasi konkret. Selalu ada ruang ketidakpastian yang hanya dapat diisi oleh orang yang bersangkutan berdasarkan suara hatinya. Dalam bahasa para ahli etika dikatakan bahwa norma-norma dan prinsip-prinsip moral hanya berlaku prima facie, artinya sejauh tidak ada pertimbangan tambahan yang menuntut penilaian khusus.

Akan tetapi ada sebuah prinsip atau patokan yang dapat sedikit membantu kita apabila kita ingin mengatur pelbagai sudut yang masuk ke dalam pertimbangan tentang kewajiban dan tanggung jawab kita. Yang saya maksud adalah prinsip  keseimbangan atau proporsionalitas. Prinsip itu mengatakan bahwa antara yang dikorbankan dan yang diutamakan harus ada keseimbangan bobot. Makin sepele pelanggaran keadilan dan makin besar kerugian orang lain yang bisa dicegah, tetapi dengan hanya melanggar keadilan, makin besar juga kemungkinan bahwa saya harus mendahulukan pencegahan kerugian itu terhadap keadilan. Begitu juga tidak wajib, bahkan tidak wajar apabila saya secara serius merugikan kemungkinan pengembangan diri saya demi suatu kebaikan yang tidak begitu perlu. Misalnya saja, saya sudah mengadakan janji akan mengunjungi teman yang sering saya kunjungi, tetapi secara tiba-tiba saya diajak ikut konser, sebuah orkes internasional yang hanya hari ini main, maka tidak seimbang apabila saya karena keterikatan pada janji terhadap teman  (tuntutan keadilan) menolak undangan itu, mengingat janji itu dalam hal yang amat sepele dan biasa. Begitu pula tidak masuk akal kalau saya temani ibu saya yang sudah lama sakit dan dengan demikian tidak dapat bertemu dengan orang yang mau mempromosikan karir saya.

b.  Dua tingkatan realitas

Apabila kita membandingkan prinsip keadilan dengan prinsip hormat terhadap diri sendiri, kita melihat bahwa ada dua prinsip itu sebenarnya bukan dua melainkan satu prinsip saja, yaitu prinsip hormat terhadap manusia sebagai persona. Prinsip hormat terhadap persona yang untuk pertama kalinya dirumuskan oleh Immanuel Kant mengatakan bahwa kita harus memperlakukan setiap manusia, karena ia bersifat persona, sebagai tujuan pada dirinya sendiri. Diarahkan pada orang lain prinsip itu berarti bahwa kita harus memperlakukannya dengan adil, jadi bahwa hak-haknya tidak boleh dikorbankan demi tujuan-tujuan lain dan bahwa semua orang, justru sebagai persona, harus diperlakukan dengan sama. Terhadap diri kita sendiri prinsip itu memuat kewajiban untuk jangan membiarkan diri terlantar atau diperkosa. Prinsip ini mencerminkan suatu keyakinan sangat umum dalam filsafat barat yang mengutamakan manusia terhadap alam lain: sebagai makhluk yang berakal budi atau ber-logos (= ”daya pikir” dalam bahasa Yunani) manusia berpartisipasi pada keterbatasan Ilahi dan oleh karena itu merupakan nilai pada dirinya sendiri.

Bahwa prinsip sikap baik dan prinsip hormat terhadap persona fundamental sifatnya juga kelihatan apalagi kita mempertimbangkan lingkup dua prinsip itu. Prinsip sikap-baik rupa-rupanya berlaku bagi segenap makhluk yang ada, tidak hanya bagi manusia. Terhadap binatang dan tumbuh-tumbuhan kita dengan sendirinya diharapkan bersikap baik. Tentu saja, dunia bukan manusia boleh saja dimanfaatkan demi manusia. Prinsip sikap-baik pun berlaku prima facie, maka tidak perlu kita bersikap baik terhadap alam apabila itu bertabrakan dengan kepentingan manusia. Tetapi menyiksa binatang tanpa alasan yang masuk akal, misalnya karena hanya orang senang berbuat demikian, secara moral dianggap tidak beres. Bahkan terhadap tumbuhan ada sesuatu yang analog dengan kewajiban. Bayangkan ada orang yang berhadapan dengan setangkai bunga anggrek di tengah-tengah hutan. Kalau ia merusakkannya tak ada manusia lain yang akan rugi. Namun, seandainya tak ada maksud ilmiah tertentu dan tak ada pula maksud untuk membawanya pulang ke rumah, andaikata orang itu tidak pula marah-marah dan perlu melepaskan agresinya (yang lebih wajar kalau dilepaskan terhadap setangkai bunga daripada terhadap orang lain) dan juga tidak ada dorongan untuk main-main, seperti misalnya kita memenggal bunga-bunga dengan tongkat, jadi andaikata tak ada alasan sedikit pun untuk menghancurkan dan juga untuk tidak menghancurkannya, bukankah kita akan mengharapkan agar bunga anggrek itu dibiarkan berkembang terus? Bukankah kita akan mendapat kesan kurang baik kalau orang itu menghancurkannya juga? Jadi rupa-rupanya prinsip sikap-baik berlaku terhadap apa saja yang ada, walaupun sesuai dengan kedudukannya dalam dunia manusia yang berbeda-beda.

Tetapi prinsip hormat terhadap persona hanya berlaku bagi manusia saja. Kita dapat mengharapkan agar orang bersikap baik terhadap seekor anjing tetapi tidak agar ia bersikap adil terhadapnya. Tak masuk akal sama sekali menuntut keadilan terhadap binatang. Perlakuan yang tidak sama terhadap binatang tidak dianggap apa-apa, asal jangan sampai melanggar prinsip sikap-baik. Jadi keadilan hanya dapat dituntut terhadap manusia dan terhadap segala makhluk yang berakal budi. Seandainya alat-alat negara menangkap seorang ”manusia” dari planet Mars karena ia mengganggu penduduk-penduduk kota, manusia Mars itu tentu berhak atas perlakuan yang adil dan pengadilan yang wajar.

Jadi antara dua prinsip itu memang terdapat perbedaan hakiki: prinsip sikap-baik berlaku terhadap apa saja yang ada, prinsip hormat terhadap persona hanya terhadap makhluk yang berakal budi.

Maka rupa-rupanya ada dua prinsip dasar itu menunjuk kepada sesuatu yang lebih mendasar lagi. Rupa-rupanya prinsip sikap-baik berdasarkan kesadaran bahwa apa saja yang ada, karena adanya itu saja, pantas kita dukung, kita majukan, kita beri kesempatan untuk berkembang, pendek kata, bahwa apa saja yang ada adalah pantas agar kita bersikap baik terhadapnya. Ada banyak sekali alasan untuk tidak bersikap baik terhadap sesuatu. Tetapi kalau alasan-alasan khusus tidak ada, bukanlah orang lain dan binatang, kucing, pohon kelapa, intan berlian, buaya di sungai, daun pisang dan sapi di perumputan pantas semua agar kita bersikap baik terhadap mereka.

Kita di sini menyadari sesuatu yang mendalam. Apa saja yang ada pantas agar ada dan dengan demikian juga pantas disetujui, baik dan menggembirakan. Filsafat Budha yang menghormati hak hidup segenap makhluk, Platon yang menganggap yang baik sebagai idea  tertinggi dan ikatan kesatuan ide-ide lainnya, filsafat Skolastik yang mengajar, bahwa apa yang ada sejauh ada, benar dan baik, dan banyak aliran filsafat lainnya sadar akan kenyataan itu.

Prinsip hormat terhadap persona rupa-rupanya mengarah pada pelaksanaan nilai yang lain. Kita ingat bahwa prinsip itu hanya berlaku bagi makhluk yang berakal budi dan bahwa fungsinya adalah menjamin agar satu orang pun jangan sampai dijadikan sarana atau alat saja demi tujuan lain. Nilai yang mau dijamin oleh prinsip ini adalah nilai tak terhingga setiap makhluk yang berakal budi, merupakan tujuan pada dirinya sendiri. Tidak pernah ia boleh dipergunakan melulu sebagai alat saja. Karena nilai setiap orang sebagai persona tak terhingga, maka seseorang pun tak boleh dikorbankan demi pencapaian nilai lain. Itulah sebabnya hak yang nyata seseorang pun tak boleh dikorbankan demi keuntungan seluruh masyarakat lainnya, dan mengapa pendekatan utilitarisme menemukan batasnya pada tuntutan keadilan. Kiranya nilai tak terhingga setiap persona manusiawi tidak dapat dijamin kecuali manusia dipahami dalam dimensinya yang paling dalam: sebagai makhluk alam satu-satunya yang terbuka bagi sapaan yang tak terhingga.

Tiga prinsip moral dasar nampaknya membuka mata kita pada strutkur nilai yang hakiki dalam seluruh realitas: prinsip sikap-baik mengacu pada nilai dari apa saja yang ada dan prinsip hormat terhadap persona yang merangkum prinsip hormat terhadap diri sendiri mengacu pada nilai tak terhingga setiap makluk yang berakal budi.






BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Kata moral berasal dari bahasa latin yakni Mores, Mores berasal dari kata mose yang berarti kesusilaan, tabiat, atau kelakuaan. Dengan demikian moral dapat di asumsikan sebagai ajaran kesusilaan. Moralitas berarti hal mengenai kesusilaan. Moral juga berarti ajaran tentang baik dan buruknya perbuatan yang kita lakukan, dari awal katanya dapat disimpulkan bahwa moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, yang memuat ajaran tentang baik dan buruknya perbuatan, jadi perbuatan itu dinilai dari perbuatan yang baik dan buruk.
Dengan kata lain moralitas memberikan kebebasan kepada manusia mengenai aturan atau petunjuk kongkret tentang bagaimana ia harus bertindak sebagai manusia yang baik serta bagaimana menghindari prilaku yang seharusnya tidak dilakukan.

3.2       Saran
Sebagai generasi bangsa yang berpendidikan dan  bermoral maka diharapkan setiap individu mempunyai tiga prinsip dasar ,yaitu prinsip sikap baik,prinsip keadilan,serta prinsip hormat terhadap diri sendiri yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari .








DAFTAR PUSTAKA










Tidak ada komentar:

Posting Komentar